BIJI SETENGAH
Kaya radio aja, hati pake frekuensi tetapi menurut ana begitulah, hati kita masing-masing mempunyai frekuensi yang berbeda-beda dan ada yang sama. Frekuensi hati terbentuk bagaimana dari millah (tata cara hidup) kita, tentu frekuensi hati orang yang suka “pacaran” tidak akan sinkron dengan orang yang mengerti pacaran, (mudah-mudahan ngerti, yang satu pake kutip [“”] yang satu enggak, beda arti).
Biji setengah adalah istilah yang ga punya unsur romantisme melayu sama sekali, memang karena ana ga bisa romantis. Biji setengah adalah frekuensi hati kita, tentu kalo setengah ga bisa numbuh apa-apa untuk “biji-biji” mendatang. Ana belum pernah denger dua biji yang berbeda disatukan untuk menghasilkan jenis baru, jadi biji harus dengan pasangannya yang sama.
Lalu apa hubungannya biji dengan frekuensi? Tentu ga ada, mereka ga terdaftar sebagai suami istri di DEPAG kok (hehehe, tok). Frekuensi hati di ibaratkan dengan biji yang hanya setengah, sehebat apapun tuh biji tetep aja cuma setengah, tetep tidak “sempurna”. Sama seperti frekuensi hati kita, sehebat apapun keimanan hati kita, dia cuma setengah.
Kurasakan getar itu berkobar lagi perlahan-lahan
kenapa tak bisa ku bunuh getar itu,
perasaan yg begitu dalam tertusuk rindu
( Iin Ocha)
MENCARI SETENGAHNYA LAGI
Disaat frekuensi hati merasa dirinya kurang setengah maka dengan otomatis dia akan memancarkan frekuensinya untuk mencari pasangannya. Frekuensi ini bisa dibilang bentuk sindrom ketertarikan dengan lawan jenis, makanya kalo ada rasa suka dalam pandangan pertama (cieee), itu bisa dibilang reaksi sebagai frekuensi hati yang ingin mencari sebagian dirinya.
Rasa suka yang timbul dari diri kita hanya dibilang reaksi keterkejutan frekuensi yang mencocokkan secara sesaat dengan orang yang kita lihat, tetapi frekuensi ini hanya bersifat sesaat dan tidak lama, frekuensi hati kita hanya butuh kurang lebih tiga (3) detik untuk saling mencocokkan, tidak perlu berjalan bersama, saling bertemu, dan saling sayang-sayangan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk mencocokkan frekuensi hati kita.
Tentu kita ga perlu berdialog :
Ce : Halo, Assalamu’alikum
Co : wa’alaikum sayang (gubrak, wa’alaikumussalam jadi….gitu)
Ce : Akhi, kutunggu akhi dibatas waktu..
Co : Ukhti, sabarlah 2 semester lagi dan setahun kerja, ana pasti khitbah ukhti (wkwkwkwkwk)
perhatikan kelakar para aktivis mulai prejudis, ironis, opportunis
pakai bendera palestina dimana-mana
bicara Jihad Fi Sabilillah
tapi disuruh nikah
malah nawar ukhti dibatas waktu kuliah
akhwat kok di order
emangnya mikrolet
(Thufail alghifari, Democrazy)
Yang ikhwan ada-ada aja masa ngorder akhwat kaya gitu, yang akhwat juga mau aja di order (jangan bohong ana dah denger langsung pengakuan akhwat, ada yang bilang gitu). Tapi ana yakin kok antum ga gitu kan (ga salah lagi). Hehehe selama masa penantian yang mereka lakukan ya? Pasti rajin tahajud dan selalu minta sama Allah, “Yaa, Allah jadikan ***** sebagai pasanganku”.
Balik lagi masalah biji eh frekuensi hati, kita tinggalin aja para mahasiswa itu. Hati hanya butuh tiga detik untuk saling mencocokkan, ga perlu lama-lama kok disaat tiga detik itu hati kita akan saling mengirimkan gelombang frekuensinya, bila mereka cocok dengan sekejap itulah setengah dari biji kita yang hilang. Jadi bohong “pacaran” buat cari pasangan nikah!!!
Disaat frekuensi sudah klop dan mulut sudah bilang iya, maka khitbah siap dilakukan. Lalu bagaimana ternyata frekuensi kita “salah” mencari pasangannya, kenapa mereka berpisah? Hati salah?.
LUASKAN FREKUENSI HATI KITA
Meluaskan frekuensi hati bukan maksud ana untuk tebar pesona, tetapi bagaimana frekuensi hati kita untuk mencari pasangannya dengan kriteria jangan yang terlalu spesifik, bisa dibilang disitulah dianggap kesalahan frekuensi, padahal frekuensi kita tidak salah mencari tetapi kitalah yang menyempitkannya.
Pasangan yang kita dapat adalah hasil ke-klop-an hati secara luas, jadi ada sesuatu dari pasangan kita yang membuat dia klop dengan kita, tetapi karena kita yang ingin lebih spesifik seperti harus putih, tinggi, punya kepribadian (mobil pribadi, rumah pribadi, supir pribadi), itulah yang membuat kita menyalahkan hati yang dianggap salah memilih pasangan.
Hati ini harus tunduk terhadap kita, jangan kita dikalahkannya. Jadi tugas kita setelah mendapatkan setengah biji kita, yang pertama pasti khitbah dan walimah (so pasti). Lalu bagaimana agar frekuensi ini bisa cocok? Pada dasarnya sudah ada kecocokan, sebenarnya yang diperlukan cuma bagaimana kekurangan pasangan kita adalah “kerja cinta” kita dan kelebihan dia adalah “bonus” untuk kita.
Sebenarnya ana ga mau nginget luka lama tapi ada kata bagus yang ana inget :
“Aku mencintai kamu karena kekurangan kamu, dan kelebihan kamu itu adalah bonus buat aku”
Sepertinya kata-kata itu udah jelas, dan itulah yang kita cari. Kenapa kita bisa mencintai kekurangan pasangan kita? Kekurangan pasangan kita adalah kelebihan kita untuk kita tutupi dan begitu juga sebaliknya, jadi kita sudah bisa saling menutupi kekurangan kita, dan kelebihan yang pasangan kita punya selain untuk menutupi kekurangan kita tentu ada kelebihan lain yang dia punya, itulah bonus.
Jadi, ana juga ga tau kesimpulannya dan yang pasti tulisan ini khususnya untuk mereka yang siap untuk nikah tapi masih ragu dengan pasangan dan untuk mereka yang merasa masih jauh untuk menikah, terserah antum mau buat apaan hehehe… “Pasangan adalah cermin diri kita”[Martias Al-Fatih]
0 comments:
Posting Komentar